BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Remunerasi pemerintahan adalah merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Kebijakan Reformasi Birokrasi. Dilatarbelakangi oleh kesadaran
sekaligus komitmen pemerintah untuk mewujudkan clean and good governance.
Namun pada tataran pelaksanaannya, Perubahan dan pembaharuan yang
dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan
berwibawa tersebut tidak mungkin akan dapat dilaksanakan dengan baik (efektif)
tanpa kesejahteraan yang layak dari pegawai yang mengawakinya. Perubahan dan
pembaharuan tersebut. dilaksanakan untuk menghapus kesan Pemerintahan yang
selama ini dinilai buruk. Antara lain ditandai oleh indikator:
·
Buruknya kualitas pelayanan publik (lambat, tidak ada
kepastian aturan/hukum, berbelit belit, arogan, minta dilayani atau feodal
style, dsb.)
·
Sarat dengan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
·
Rendahnya kualitas disiplin dan etos kerja aparatur
negara.
·
Kuaiitas.manajemen pemerintahan yang tidak produktif,
tidak efektif dan tidak efisien.
·
Kualitas pelayanan publik
yang tidak akuntabel dan tidak transparan.
Para aparatur negara adalah
bagian dari Pemerintahan. Maka dalam konteks Reformasi birokrasi dilingkungan
tersebut, upaya untuk menata dan meningkatkan kesejahteraan para pegawai adalah
merupakan kebutuhan yang sangat elementer, mengingat kaitannya yang sangat erat
dengan misi perubahan kultur pegawai (Reformasi bidang kultural). Sehingga
dengan struktur gaji yang baru (nanti), setiap pegawai diharapkan akan
mempunyai daya tangkal (imunitas) yang maksimal terhadap rayuan atau
iming-iming materi (kolusi).
Pentahapan Remunerasi dari
awal kegiatan (pengumpulan data) sampai dengan tahap legislasi (penerbitan
undang-undang) adalah :
Ø
Analisa jabatan
Ø
Pengumpulan data jabatan
Ø
Evaluasi jabatan dan
Pembobotan
Ø
Grading atau penyusunan
struktur gaji baru.
Ø
Job pricing atau penentuan
harga jabatan
Ø
Pengusulan peringkat dan
harga jabatan kepada Presiden (oleh Meneg PAN)
Prinsip dasar kebijakan
Remunerasi adalah adil dan proporsional. Artinya kalau kebijakan masa laiu
menerapkan pola sama rata (generalisir), sehingga dikenal adanya istilan PGPS
(pinter goblok penghasilan sama). Maka dengan kebijakan Remunerasi, besar
penghasilan (reward) yang diterima oleh seorang pejabat akan sangat ditentukan
oleh bobot dan harga jabatan yang disandangnya.
BAB 11
PEMBAHASAN
2,1 Remunerasi
Remunerasi adalah merupakan imbalan atau balas jasa yang
diberikan perusahaan kepada tenaga kerja sebagai akibat dari prestasi yang
telah diberikannya dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Pengertian
ini mengisyaratkan bahwa keberadaannya di dalam suatu organisasi perusahaan
tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebab, akan terkait langsung dengan
pencapaian tujuan perusahaan. Remunerasi yang rendah tidak dapat
dipertanggungjawabkan, baik dilihat dari sisi kemanusiaan maupun dari sisi
kelangsungan hidup perusahaan.
Secara
teoritis dapat dibedakan dua sistem remunerasi, yaitu yang mengacu kepada teori
Karl Mark dan yang mengacu kepada teori Neo-klasik. Kedua teori tersebut
masing-masing memiliki kelemahan. Oleh karena itu, sistem pengupahan yang
berlaku dewasa ini selalu berada diantara dua sistem tersebut. Berarti bahwa
tidak ada satupun pola yang dapat berlaku umum. Yang perlu dipahami bahwa pola
manapun yang akan dipergunakan seyogianya disesuaikan dengan kebijakan
remunerasi masing-masing perusahaan dan mengacu kepada rasa keadilan bagi kedua
belah pihak (perusahaan dan karyawan).
Kinerja
Pegawai pada salah satu instansi pemerintah diukur berdasarkan 2 (dua) aspek
yaitu kedisiplinan dan pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi. Aspek disiplin
memiliki bobot sebesar 60%, dan pelaksanaan Tupoksi sebesar 40%. Perbandingan
bobot aspek disiplin yang lebih besar dibanding pelaksanaan tupoksi didasarkan
pada penilaian disiplin pegawai yang masih kurang.
Remunerasi
idealnya memang ditujukan untuk meningkatkan produktifitas dan kedisiplinan
serta mengubah budaya kerja pegawai. Hal tersebut tidaklah mudah. Penerapan
sistem remunerasi memerlukan pengawasan atasan langsung dalam menilai kinerja
pegawai di bawahnya. Jika tidak maka banyak pegawai yang “mencari – cari” cara
untuk mendapatkan remunerasi tersebut.
Salah
satu Instansi pemerintah di Jakarta telah berupaya memenuhi persyaratan
remunerasi yang telah ditetapkan Tim Independen Remunerasi. Instansi tersebut
telah membuat beberapa prosedur efisiensi pelayanan berupa percepatan pelayanan
publik, perbaikan informasi public, serta berbagai tools penunjang
untuk dapat mengukur kinerja pegawai, dan kinerja unit kerja di bawahnya.
Diawali dnegan merubah sistem perencanaan yang menggunakan berbagai tools
manajemen seperti Balanced Score Card, menyusun KPI (Key Performance
Indikator), dan membentuk sub bagian manajemen kinerja pegawai sebagai tim
penilai dan pengawas kinerja.
Tim
penilai dan pengawas kinerja harus dapat menerapkan aspek – aspek penilaian
kinerja secara objektif. Aspek – aspek penilaian kinerja yang dapat digunakan
untuk mengukur kinerja menurut Bernardin dan Russel ( 1995 : 383 ) yaitu:
v Quality,
Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati
kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
v Quantity,
merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit, siklus kegiatan
yang dilakukan.
v Timelinness,
merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dihendaki,
dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersebut untuk
kegiatan orang lain.
v Cost
effectiveness, merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber daya organisasi
( manusia, keuangan, teknologi, dan material) dimaksimlkan untuk mencapai hasil
tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya.
v Need
for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat
melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seseorang
supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.
v Interpersonal
impact, merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik,
dan kerja sama diantara rekan kerja dan bawahan.
Diharapkan dengan sistem yang telah terbentuk tersebut
budaya kerja pegawai instansi pemerintah dapat berubah dan memperoleh
penghargaan lebih atas kinerja mereka melalui penerapan tunjangan remunerasi. menurut
Marli Dahyaridi (2008), Reformasi Birokrasi pada dasarnya mencakup 3 (tiga)
program besar yakni :
Ø Reformasi
Birokrasi, merupakan usaha pembenahan profesionalisme pegawai negeri, sistem
kepegawaian nasional, rasionalisasi jumlah pegawai negeri, penerapan reward
& punishment system, dan penataan hubungan antara birokrasi dengan partai
politik;
Ø Reformasi
Institusi, merupakan usaha pembenahan dan pembentukan institusi pemerintah yang
efektif, efisien, produktif dan berorientasi kinerja;
Ø Reformasi
Sistem Manajemen Keuangan, merupakan usaha pembenahan sistem manajemen
keuangan pemerintah mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan hingga pasca
pelaksanaan, termasuk sistem pelaporan keuangan yang efisien, efektif, dan
berdasarkan prinsip tata kelola yang baik.
Ø Reformasi
Birokrasi pertama kali dilaksanakan melalui Reformasi Remunerasi dengan
menunjuk Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan dan Mahkamah Agung
sebagai Pilot Project Reformasi Remunerasi.
Ø Reformasi
Remunerasi merupakan penghargaan (reward) kinerja pegawai pemerintah berupa
tambahan tunjangan kinerja pegawai diluar gaji pokok dengan standar tertentu.
Namun, pembentukan aparatur negara yang bersih, efektif, efisien, produktif,
dan sejahtera melalui remunerasi belum dapat terukur efektifitasnya.
Ø Remunerasi
yang telah diterapkan pada beberapa Instansi Pemerintah tersebut di atas
menyebabkan Instansi Pemerintah yang lain berlomba untuk dapat masuk dalam
antrian instansi yang akan mendapat remunerasi selanjutnya. Hal ini
mengindikasikan terjadinya kesenjangan sosial diantara pegawai pemerintah
tersebut. Sebagai contoh, pendapatan pegawai Instansi Pemerintah yang telah
mendapatkan remunerasi untuk golongan II (dua) mencapai Rp. 3 juta per bulan,
sedangkan pegawai dengan golongan yang sama pada Instansi Pemerintah yang belum
mendapatkan remunerasi hanya sebesar Rp. 1,5 juta. Padahal belum tentu pegawai
dengan gaji Rp. 3 juta per bulan tersebut memiliki kinerja yang lebih baik dari
pada pegawai yang mendapatkan gaji Rp 1,5 juta per bulan. Hal tersebut dapat
dikarenakan kinerja mereka tidak terukur dan tidak adanya prosedur yang jelas
dalam pengukuran kinerja.
2.2 Kebijakan
Pemerintah mengenai Remunerasi
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan
RB) akan membuat program penilaian kinerja untuk setiap aparatur negara. Hasil
penilaian ini akan berdampak pada remunerasi. Reformasi birokrasi mendorong
agar adanya percepatan perubahan perbaikan kinerja aparatur pemerintah.
Aparatur pemerintah sebagai alat pemerintah yang dituntut agar bekerja lebih
profesional, bermoral, bersih dan beretika dalam mendukung reformasi birokrasi
dan menunjang kelancaran tugas pemerintah dan pembangunan (dalam Effendi,
2009,h.186).
2.3 TANTANGAN
REMUNERASI
Merancang
program Remunerasi merupakan suatu proses yang kompleks. Ini bukan hanya
melakukan penelitian gaji dan menempatkan bilangan pada selembar formulir. Di
masa lalu, mereka yang mengurusi Remunerasi harus memahami proses perencanaan,
proyeksi, dan pengaturan. Mereka juga harus terbiasa dengan prosedur statistik
Sebagai tambahan, mereka harus mampu mengumpulkan data dari banyak sumber dan
mengatur data menjadi struktur sehmgga setiap orang dapat memahami dan
menggunakannya. Struktur tersebut harus memenuhi kebutuhan yang layak dan
permintaan karyawan dan manajer dan juga sesuai dengan fflosofi organisasi dan
kemampuannya untuk membayar. Semuanya ini tidak dapat dicapal melalui metode
sembarangan. Ini memerlukan pengembangan suatu sistem. Seperti yang telah kita
bahas sebelumnya, orang memahami nilai uang dalam kehidupan mereka. Orang-orang
boleh jadi melakukan banyak tindakan manajerial yang tidak keliru, namun ketika
berurusan dengan pembayaran mereka menjadi sangat cermat.
Dalam
organisasi masa kini, yang berubah-ubah dan lebih informal struktur pekerjaan
sedang berubah. Sistem Remunerasi tradisional yang strukturnya rumit tidak
disukai karena tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Ahli profesional
penggajian harus meniadi lebih tanggap dan fleksibel. Jelas bahwa pekerjaan
saat ini membutuhkan kompetensi. Bentuk organisasi yang baru mengharuskan orang
untuk menghabiskan lebih banyak waktu pada kerja sama tim dan proyek. Oleh
karena itu, job description yang lama yang berkaitan dengan tingkat
pembayaran mulai menjadi usang. Setelah mulai muncul sistem baru, muncul
kebutuhan mendesak untuk memonitor dan mengukur secara objektif hasil kerja
sistem.
Dengan
menyelidiki proses dari awal hingga sistem Remunerasi dan hasilnya, seseorang
dapat menemukan petunjuk untuk melakukan penilaian. Potensi kekeliruan terjadi
ketika dilakukan pengukuran kegunaan dan hasil dari sistem dan ketika
menyiratkan bahwa ini diseja-jarkan dengan produktivitas atau efektivitas
departemen Remunerasi. Pada satu sisi ini benar, pada sisi lain ini tidak
benar. Poin ini penting dan masalahnya cukup kompleks sehingga kita butuh waktu
untuk menentukan dasar pemikiran kriteria pengukuran yang berbeda.
Pertama,
mengacu kepada definisi kita akan produktivitas dan efektivitas, Saudara ingat
bahwa “produktivitas” berkaitan dengan tingkatan hasil kerja dalam
aktivitas yang berharga. Efektivitas ialah melakukan hal yang benar—memperoleh
hasil yang diinginkan. Dua isu ini secara semantik berbeda tetapi secara
pragmatis tidak terpisahkan. Adalah sulit untuk membayangkan performa efektif
yang dilakukan dalam suatu cara yang tidak produktif. Meskipun demikian, saya
akan menawarkan cara untuk melihat departemen Remunerasi dari dua sisi sudut pandang
produktif dan sudut pandang efektif.
Departemen
Remunerasi mencoba untuk memenuhi peranan organisasi dalam membantu menarik,
mempertahankan, dan member insentif karyawan dengan melakukan beberapa hal
berikut ini:
·
Membentuk sistem manajemen kinerja
dan penggajian yang sesuai dengan kebutuhan organisasi yang berkembang.
·
Mengatur biaya program penggajian
tidak hanya dengan memonitor biaya tetapi juga dengan memengaruhi cara manajer
menggunakan program.
·
Staf penggajian mencoba untuk
mengomunikasikan sistem penggajian dan manajemen hasil kerja kepada karyawan
sehingga mereka akan memahami bagaimana dan mengapa sistem berjalan seperti
itu.
Departemen
penggajian, dengan memonitor pelaksanaan penggajian dari manajemen, berusaha
meyakinkan karyawan bahwa sistem pembayaran itu bersifat adil, seimbang, dan
kompetitif.
Cara
untuk menilai produktivitas atau efektivitas departemen Remunerasi ialah dengan
melihat setiap inti aktivitas secara terpisah, dimulai dengan rancangan sistem.
Pertanyaannya ialah, Apakah sistem penggajian sesuai dengan struktur organisasi
dan filosofi manajemen? Seiring perubahan pasar dan organisasi, sistem
penggajian harus dirancang ulang. Banyak metodologi penggajian alternatif yang
hilang. Penggajian berdasar keahlian ialah satu pendekatan yang memiliki
potensi untuk mengatasi kekurangan sistem penggajian tradisional dan memenuhi
tantangan sistem penggajian saat ini. Cara ini juga merupakan salah satu
inovasi Remunerasi yang paling cepat bertumbuh seiring dengan lebih banyak lagi
organisasi yang mencari cara untuk membuat hubungan langsung antara kinerja
organisasi, kontribusi individu, dan gaji. Pembayaran insentif dan broad banding (teknik untuk mengelompokkan
struktur gaji yang berbeda, ini digunakan oleh
Departemen
Penggajian dalam Manajemen Sumber Daya Manusia) adalah dua metodologi lainnya
yang masih sangat digemari. Pendekatan baru sedang diuji dalam banyak
organisasi; bahkan karyawan bertanggung jawab atas penentuan gaji mereka. Pesan
di sini ialah profesional Remunerasi harus memiliki keahlian baru dan kreatif
untuk merancang sistem gaji di masa depan dan menghadapi tantangan yang
berlanjut dari kompetisi bisnis dan survival ekonomi.
Pengontrolan
biaya merupakan aktivitas departemen Remunerasi. Meskipun demikian, hasil dari
aktivitas tersebut ialah di luar departemen. Tentu saja biaya merupakan suatu
fungsi dari bagaimana komponen sistem ditangani. Sebagai contoh, menulis
deskripsi tugas pekerjaan dan menentukan tingkat pekerjaan memengaruhi biaya
gaji. Saudara dapat mengukur produktivitas dengan menghitung berapa lama waktu
yang diperlukan analisis Remunerasi untuk menulis suatu deskripsi tugas
pekerjaan atau tingkatan satu kelompok kerja. Saudara juga dapat menggunakan
pihak ketiga untuk melaksanakan tugas ini dan menghasilkan produktivitas yang
serupa. Meskipun demikian, efektivitas pekerjaan diukur berdasar apa yang
terjadi ketika manajer menggunakan penjelasan ini dan melakukan penggajian.
Pekerjaan
dilakukan secara efektif jika manajer dapat menarik, mempertahankan, dan
menyediakan insentif untuk orang, sambil tetap berada di dalam anggaran gaji.
Berdasarkan defmisi, jika suatu sistem mencapai tujuannya dan melakukannya
dengan tingkat kepuasan yang dapat diterima maka sistem ini efektif. Bagian
kedua dari definisi ini mengarah kepada poin inti ketiga dari pengukuran
Remunerasi.
Kepuasan
karyawan adalah suatu fenomena yang berada di luar departemen penggajian, namun
ini tergantung pada sebagian pekerjaan staf penggajian. Sejumlah sarana
tersedia bagi departemen penggajian untuk menjelaskan sistem kepada karyawan.
Metode yang paling langsung ialah pertemuan dan menulis laporan resmi baik
secara elektronik maupun di atas kertas. Meskipun demikian, metode yang amat
penting ialah cara bagaimana manajer menggunakan program. Peranan manajer penggajian
ialah untuk memastikan bahwa anak buahnya yang berada di posisi pengawasan
menangani sistem sesuai dengan cara yang diharapkan. Cara terbaik untuk
menentukan hal itu ialah melalui survei karyawan dan wawancara keluar. Ketika
berkaitan dengan persoalan penggajian, orang jarang merasa enggan untuk memberi
tahu Saudara akan apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Sumber data efektivitas
yang tidak begitu formal tetapi mudah diakses ialah umpan balik (feedback)
harian. Staf Saudara biasanya mengetahui bagaimana orang berpikir mengenai gaji
mereka. Mereka mendengar hal tersebut di sepanjang waktu jika mereka memelihara
hubungan baik dengan karyawan. Jika karyawan memahami dan setuju dengan program
penggajian, adalah hal wajar untuk mengatakan bahwa staf telah melakukan
pekerjaan yang efektif. Mereka juga mendengar soal ini dari kelompok
kepegawaian. Jika mereka tidak dapat merekrut karyawan baru oleh karena gaji
yang ditawarkan rendah, Saudara pasti tahu apa ini artinya.
2.3 MEMPERTAHANKAN
SISTEM YANG BERJALAN
Salah
satu pernyataan yang paling benar mengenai struktur gaji ialah struktur gaji
tidak boleh kaku dan harus dinamis. Di masa lalu, ini berarti tinjauan tahunan
terhadap tingkat pembayaran. Struktur berubah hanya jika peristiwa yang
signifikan terjadi. Dewasa ini, dan beberapa tahun ke depan, strukturnya
menjadi kurang permanen. Organisasi masih melakukan eksperimen, mencoba untuk
mengatur gaji dan biaya. Adalah menarik untuk melihat organisasi bergerak ke metode
baru seperti broadbanding, dan kemudian secara bertahap memodifikasinya.
Dengan
kecenderungan menuju ke arah teamwork (kerja tim), komponen yang menyatukan
satu struktur gaji sebagai satu kesatuan harus dimonitor secara terus-menerus.
Oleh karena pekerjaan berubah, maka pekerjaan harus diperluas. Seorang manajer
yang proaktifakan berpikir ke depan untuk melihat perubahan dan gejala
struktural.
Mengaudit
job deskripsi hanyalah bagian dari proses. Uraian tugas pekerjaan menolong
perekrut yang memerlukan informasi paling baru untuk mengisi pekerjaan.
Meskipun demikian, struktur gaji tidak akan bermanfaat kecuali diikuti dengan
evaluasi. Oleh karena itu, sistem pemeliharan yang teratur adalah dua langkah
proses. Ketika deskripsi pekerjaan ditulis ulang maka evaluasi pekerjaan
dilakukan dan struktur dirancang ulang. Tujuan pemeliharaan dapat ditentukan
untuk deskripsi, evaluasi, dan leveling. Rumus berikut ini menghasilkan faktor
evaluasi pekerjaan.
Contoh
kasus:
Merdeka.com - Seakan tak mau terulang kasus Dhana, pegawai
pajak yang diduga menggelapkan pajak masyarakat, Kementrian Keuangan akan
mengkaji ulang sistem (review) sistem
remunerasi pegawai.
Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo
menjelaskan, dengan adanya review tersebut
bukan hanya untuk mengantisipasi kasus seperti Dhana, tapi juga menjadikan
produktivitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) meningkat.
"Pola sistem bekerjanya, berpikirnya, harus ditingkatkan
sehingga produktivitasnya meningkat. Kalau produktivitasnya meningkat, nanti
salah satu bentuk yang bisa ditindaklanjuti adalah remunerasinya
disesuaikan," ungkap Agus ketika ditemui di Kementrian Keuangan, Jakarta,
Jumat (2/3).
Agus menyebutkan
akan ada sekitar 8 langkah perubahan yang akan dikaji kembali, namun Agus tidak
memastikan langkah itu sepenuhnya akan mengarah langsung ke proses remunerasi
kementrian lembaga yang sedang dikaji.
"Di dalam langkah perubahan itu kalau ada kemajuan, itu bisa
dilakukan remunerasi (lagi)," tambahnya
Sebelumnya Agus juga mengatakan, PNS di
lingkungan kementerian/lembaga tidak boleh mempunyai usaha atau berbisnis
sampingan. Jika ada pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan yang ingin
menjalankan bisnis, harus terlebih melapor ke pimpinan.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Strategi mengelola Remunerasi itu seperti
mengamati pipa minyak. Remunerasi merupakan sebuah aliran terus-menerus seperti
tiada akhirnya, dengan sedikit interupsi untuk memperbaiki kebocoran. Ada
beberapa poin pengecekan untuk menentukan bagaimana kita melakukannya. Meskipun
fungsi Remunerasi terutama berurusan dengan masalah kuantitatif, ada beberapa
ukuran efisiensi dan produktivitas Remunerasi kelompok. Penempatan staf layak
untuk dievaluasi tersebut karena itu pada dasarnya merupakan pekerjaan proyek.
Setiap pembukaan lowongan ialah seperti proyek dengan awal dan akhir.
Remunerasi bertugas melakukan perawatan yang pencapaian efisiensinya dapat
dievaluasi. Meskipun demikian, hasilnya hanya menjadi perhatian bagi manajemen
Remunerasi dan sumber daya manusia.
Mengingat makin berkurangnya talenta
dan tekanan terus-menerus untuk meraih keunggulan kompetitif di
pasar bebas, saya menyarankan perpindahan fokus pada perawatan proses atau
sistem ke strategi efektivitas. Program Remunerasi mempunyai tujuan yang cukup
luas, penting, dan kompleks. Untuk menggapai misinya, kita harus menciptakan
dan memelihara struktur dan kita dapat mengaudit seberapa baik struktur itu
dalam memenuhi tanggung jawabnya.
Tugas
lain dari Strategi Mengelola Remunerasi ialah memenuhi kebutuhan organisasi
secara wajar dan juga memenuhi kebutuhan semua karyawan secara adil. Kita dapat
melacak penggunaan sistem untuk melihat seberapa baik sistem ini beroperasi
berdasarkan stsaudarar dan tujuan yang ditetapkan lebih dahulu. Oleh karena
pembuatan ekuitas pembayaran merupakan misi utama, kita dapat melihat pada
hasil penggunaan sistem untuk menentukan apakah gaji didistribusikan secara
tepat kepada seluruh kelompok. Kita juga dapat mengukur biaya upah dan gaji dan
mengecek untuk melihat apakah ini sudah berada dalam kisaran yang dapat
diterima. Kita juga dapat mengukur sikap karyawan terhadap sistem penilaian
gaji dan performa. Perilaku karyawan kemungkinan akan berkaitan dengan sikap
tersebut. Pada akhirnya, kita akan berurusan dengan isu-isu strategis manajemen
beban dan hasil investasi dari program Remunerasi upah dan program insentif.
Ini adalah tempat di mana manajemen puncak harus memfokuskan perhatiannya. Pada
tingkatan mi Remunerasi berpindah dari fungsi administratif ke kemitraan
strategis.
Dengan
mengevaluasi seberapa baik kinerja organisasi dalam kisaran indeks ini, maka
kita dapat membuat penilaian atas efektivitas departemen Remunerasi. Desain
Remunerasi dan pengembangan sistem upah dan gaji dilakukan secara
terus-menerus. Mengingat banyaknya jumlah penggajian mi hampir menjadikan
mustahil bagi kita untuk membuktikan hubungan sebab akibat antara aktivitas
staf Remunerasi dan unit yang dihasilkan.
Meskipun
demikian, keseluruhan departemen harus mampu menunjukkan bahwa hal ini
memengaruhi pelaksanaan penggunaan dan biaya hasil dari sistem dan juga
kepuasan pelanggan. Sebagai tambahan, jika data Remunerasi ditunjukkan kepada
manajemen, dan manajemen kemudian membuat keputusan strategis yang efektif,
maka departemen Remunerasi dapat mengklaim telah berkontribusi untuk menurunkan
pergantian karyawan, meningkatkan moral, dan memengaruhi rasio operasional
dalam produktivitas, kualitas, jasa, dan penjualan.
Mungkin,
alasan yang paling penting mengapa kita harus memonitor sistem Remunerasi
berasal dari hasil exit interview di Saratoga Institute. Selama bertahun-tahun
kami secara terus-menerus menemukan bahwa alasan orang keluar dari perusahaan
ialah karena admimstrasi pembayaran yang kurang baik. Mereka lebih perhatian
kepada keadilan dan ketepatan waktu penggajian ketimbang pada jumlahnya. Gaji
adalah salah satu dari tiga hal yang paling penting untuk setiap karyawan. Dua
hal lainnya adalah pekerjaan itu sendiri dan relasi dalam dunia kerja. Gaji
adalah hal yang sangat pribadi. Ini seperti sebuah kartu catatan individu.
Ketika orang merasa bahwa perencanaan dan administrasi penggajian tidak
berjalan dengan baik, maka orang akan menjadi marah. Kehilangan orang berbakat
akan merugikan perusahaan. Profesional Remunerasi harus memastikan bahwa
supervisor dan manajer harus menata sistem penggajian sebaik-baiknya.
Sumber :
http://diahtyas8.wordpress.com/2010/11/23/remunerasi-sebagai-penghargaan-kinerja-pegawai-pemerintah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar